Senin, 31 Maret 2014

Untuk kaum adam yang tampan dan bijaksana..


Untuk kaum adam yang tampan dan bijaksana..
          Sebenarnya wanita itu adalah barang yang paling berharga dan mulia. Jika kalian bisa mengerti wanita. Sebenarnya wanita itu hanya ingin disayangi sepenuhnya. Mereka tidak butuh kata-kata romantis walaupun terkadang mereka terbang saat kau membual padanya. Mereka tidak butuh bertemu dan saling memegang tangan, walaupun mereka selalu membayangkan hal indah itu menghiasi hubungan mereka. Tapi kadang mereka marah jika lelaki tak menyediakan waktu untuk bertemu dengannya, mereka marah ketika kekasihnya tidak membalas pesan, mereka marah jika kekasih sibuk dan melupakan mereka, mereka marah ketika kekasihnya bercanda keterlaluan, mereka marah jika lelaki tidak mau mengalah. Mereka memang butuh itu, tapi bukan berarti mereka sangat membutuhkan perhatian, waktu, dan tenaga lelaki. Mereka hanya minta 1, kasih sayang. Meskipun lelaki tak bisa bertemu, tak banyak waktu, seperti kisah-kisah cinta jarak jauh, asalkan lelaki itu memberikan kasih sayangnya yang besar dan tulus mereka pasti bisa memakluminya. Memang ada yang tidak bisa, tapi perlakukan dia dengan sentuh hatinya. Jangan membentaknya, disaat dia sedang marah cukup katakan: aku mencintaimu disaat kapanpun, saat marah, menangis atau tertawa. Lihat saja, kemarahannya akan memudar. Wanita itu tidak bisa membenci orang yang disayang. Sekalipun bisa, mungkin itu palsu, coba tanya saja pada hatinya terdalam, pasti masih ada namamu disana.
          Wanita memang suka mengatur, memang selalu menuntut untuk dimengerti, memang suka berpura-pura jika ia baik-baik saja, memang selalu dikejar terlebih dulu, dan di saat hatinya luluh, kebanyakan dari mereka akan ditinggalkan. Banyak lelaki bilang wanita itu egois, tidak bisa memikirkan perasaan lelaki. Itu salah, meskipun wanita terlihat begitu ketus, sangat menuntutmu, egois, dibalik semua itu, coba lihat siapa yang mendampingimu saat kamu sedang jatuh. Wanita itu keras kepala, tapi rasakan betapa perdulinya wanita pada orang yang disayang. Mereka ingin dimengerti, mereka ingin diberi kasih sayang yang seluas-luasnya. Mereka ingin dihargai, mereka ingin ditahan untuk tidak pergi, mereka ingin dirindukan, mereka ingin dibutuhkan.
          Dalam hubungan yang biasanya terjadi, di awal-awal lelaki akan mengejar mereka. Jungkir balik mereka lakukan. Rintangan sesulit apapu lelaki tangguh menaklukanya. Itu membuat wanita terpukau, membuat wanita berfikir jika lelaki ini giat menggapai cintanya. Namun, semua akan berbeda jika sudah berbulan-bulan atau bertahun. Yang dulunya lelaki mengejar tanpa lelah, sedangkan wanita terus memacu lelakinya untuk berjuang. Karena mereka ingin dan pantas diperjuangkan. Mereka manja, mereka ngambek, mereka hanya minta perhatian lebih. Kini berganti menjadi wanita yang melihat lelakinya lelah mengejarnya terus-menerus. Maka tak jarang wanita mengejar lelakinya yang berlari itu. Mengajak lelakinya untuk saling mengejar. Bukan berjalan namun wanitanya sudah berlari jauh berkeringat. Lama-lama lelaki itu lelah berlari, mereka memilih berhenti. Bukan untuk istirahat, tapi untk mundur dari pertandingan. Wanita menyulut semangat lelakinya, tapi terlambat, lelaki itu sudah terlalu lelah ataupun sudah berpindah. Maka hubungan berakhir. Saat wanita mulai memahami lelakinya yang kelelahan, saat wanita mulai menjadikan lelaki itu sebagai yang terakhir dan satu-satunya, saat wanita sudah siap merubah sikapnya yang selalu ingin dikejar, saat itu juga mereka membuang angan-angan bersama lagi. Karena entah cinta yang datang terlambat, atau lelaki yang pergi terlalu cepat..
          Ini memang bukan cerita seluruh wanita dan seluruh pria. Ini hanya cerita yang dialami sahabat, teman, film-film, dan aku sendiri

Sabtu, 22 Maret 2014

Rain (12.17)


Hari ini hujan mengguyur deras kotaku, dan kotamu. Gerimis tak lagi datang, berganti awan menghitam dan hujan yang mengguncangku. Dalam percikan air yang jatuh, kupanjatkan harapan. Semoga aku bisa memandangmu hari ini. Dibalik hujan yang tak henti. Kususuri jalan , kulihat ke arah belakang, berulangkali. Kau tak ada. Walaupun kita tak berjauhan, aku tak bertemu denganmu siang ini. ku terus memandang hujan yang jatuh, bersama butiran harapan yang pergi. Aku merindukanmu, aku ingin bisa melihatmu, tersenyum atau menjulurkan lidahmu ke arahku. Meski kita bukan siapa-siapa yang istimewa lagi.
Aku baru sadar, kau benci hujan. Hujan itu merepotkan. Kau harus pakai jas hujan agar kau tak kehujanan, agar kau tetap baik-baik saja, agar esok kau masih bisa tersenyum, agar esok kau masih bisa sekolah, agar esok kau tidak sakit. Aku lupa jika kau pernah mencintai hujan juga, karena hujan menyimpan semua kenanganmu dengannya. Dia yang ada sebelum aku. Dia yang jadi cinta pertamamu. Dia yang semakin cantik dan mempesona. Dia yang selalu pakai hiasan di rambutnya. Dia yang berbeda dariku. Dan dia yang sebabkan hubungan ini berakhir secara tidak sengaja.
Kubuka ponselku. Tak ada pesan darimu. Kau masih belum mengisi pulsa elektronikmu. Kau terlihat biasa saja ya. Seakan tidak butuh pulsa itu. Ya, kau bisa pakai paket internet dengan ponsel barumu. Mengirim pesan sosial media kepada calon penggantiku. Bersiap. Packing untuk segera lari dariku.
Aku menunggumu. Tenang saja. Tapi aku lelah menunggumu yang tak mencariku mungkin. Mungkin aku terlalu membesarkan masalah kecil. Mungkin aku terlalu banyak permintaan, berbeda dengan wanita lain yang kau temui selain aku. Aku tahu kau masih menghubungiku. Dan kuakui aku tanpa pesan darimu merasa sepi dan tanpa teman. Aku memang membutuhkanmu. Tapi aku benar-benar tak sanggup jika nanti kulihat kau bersama yang lain. Aku selalu berfikir untuk pergi, agar kau tahu rasanya kehilangan orang yang benar-benar mencintaimu dengan tulus sepertiku. Tapi aku takut, aku takut jika kau takkan merindukanku. Aku takut kau hanya biarkan aku pergi tanpa menahanku. Sedangkan aku yang sudah jauh darimu belum bisa memusnahkan perasaan ini. perasaan selalu ingin memiliki, dan menjadi satu-satunya.

Rabu, 19 Maret 2014

Memories♥ (19.46)

Memories JL
©      Dulu sering malsen (malem senin) waktu masih sahabatan, kamu jemput aku terus kita boncengan ke kosku. Sambil ngobrol apa aja di jalan wkwk.
©      Sampe di kos, kamu mesti minta dibuatin kopi, supaya gak kedinginan katamu. Oke bikin 2 kopi.
©      Kamu pernah bawain aku roti bakar, aku inget banget rotinya kita makan berdua sama sisanya aku buat sahur wkwk. Aku inget juga waktu kamu usapin roti tadi di pipiku. Jahat
©      Kita sering jalan bareng, kamu pernah bilang “Jadi kerasa kayak jalan sama adek sendiri. Pendek sih”. Jlebbbb.
©      DN Smast ngundang andra, kamu dateng dan duduk disebelahku. Kita jingkrak-jingkrak bareng malem itu. Aku jadi gak ngerasa sendiri. Pulangnya, kamu sms aku “Just this night I can feel like that:’) Beside you^.^”. aku gak pernah nyangka smsmu itu bermakna..
©      Sebelum DN, aku minjem kaosmu putih, kamu rela panas-panas ngasih kaos itu. Kaos itu masih aku pakek lagi. Wkwk
©      Sampe bulan oktober, kita jujur-jujuran kalo hubungan ini gak bisa dikasih nama sahabat aja. Intinya kita sama-sama sayang, sama-sama berjuang buat gak jatuh cinta. Dan berniat ngubur dalem-dalem perasaan ini, supaya persahabatan ini gak ancur.
©      Anehnya, waktu aku mulai berfikir buat menjauh dari kamu, kamu malah nembak aku. Aku nggak nyangka, aku kira perasaan ini akan berakhir ya cuman gitu-gitu aja. 16 oktober 2013.
©      Tiap pagi kamu sms aku, “Pagi sayang, yang mau sekolah jaga mata dan hatinya ya {}:*”. Haha
©      Beberapa hari setelah jadian, kita jalan. Waktu itu lagi ada deteksi band di ketos, kita nonton bareng. Gawatnya, disana ada kakak kelas yang kece-kece. Aku harus pura-pura nggak ngelihat supaya kamu gak kenapa-napa. Di mokko, aku duduk berhadapan. Tapi karena sama-sama malu, kita diem aja, malah mention-mentionan di twitter. Waktu mau balik, kamu kayak ngelamun gitu. Aku ajak omong gak ndenger, sambil liatin wajahku sama senyum. Setelah aku bentak, baru deh kamu sadar.
©      Hari demi hari, setiap malem senin kita jalan bareng. Paling sering sih ke sekartaji. Nyari yang murah. Wk kalo lagi ada ongkos ya ke mall. Aku suka kok disitu, disitu kita bisa bener-bener rilex. Kita pegangan tangan, kepalaku bisa ngrasain detak jantungmu. Yaa ditempat itu. Di depan dadamu, nyamaaaan banget.
©      Kamu pernah mau cium, tapi aku gak bolehin jadinya kamu cium kepala aja. Sambil bilang “aku gak akan bikin kamu syedih”.
©      1 month anniv, kamu tembak aku. Kamu pegang tanganku, dan kamu bilang “nok, aku ..aku sayang mbek awakmu. Gelem dadi pacarku ya..” ya jelas jawabannya iya. Kan kamu emang pacarku :3
©      Inget juga moment kita makan terus kamu cuman beli sepiring. Aku tanya kenapa, kamu Cuma nyengir. Ternyata minta disuapin. Wkwk, modus banget kamuuu.
©      Waktu aku kamu bonceng terus aku ngantuk, kamu suruh aku pegangan, menuju alam mimpi itu kamu nyanyi. Suaramu gak jelas sih, nyanyi lagu apa aku juga gaktau. Tapi ini berkesan!!!
©      Kita pernah foto bareng juga di fotobox. Aku liat kamu yang biasanya jaim jadi ikutan alayJ tapi unyu kok. Fotonya dibagi berduaa. Kamu simpen di dompet, kalo aku disimpen di belakang hp.
©      Sad moment itu waktu kamu tetep nekat jalan sama aku, padahal kamu jalan aja pincang L ngeyel dibilangin. Aku pengen bantu kamu jalan, tapi aku malu :$. Kasian banget deh liat kamu jalan aja musti pegangan tiang kayak gitu L
©      Oiya tiap kamu ke rumah, selalu main dulu sama maya. Cocok deh kalian-_-. Kamu cium tangan bapak, ibukku. Dan kita berangkat. Hwaaa
©      Inget juga waktu ujan-ujan kamu rela dateng, jaket udah basah kuyup Cuma karena waktu itu aku ngambek sama kamu. Kayak gitu kamu juga masih sempet bawain roti bakar. Waktu ngambek itu, “Kamu kenapa?” | “Gpp” | “Bener. Aku udh ujan2 lo kesini. Jangan marah dong.” | “abisnya kamu” | “kenapa?|  “bales mensen adek klsmu aja bisa. Aku dikacangi” | “Ooohh, ya maaf. Gak lagi deh, udah ya jangan cemberut mulu J “ #sambil cetot tangan | “HMMMM” #injek kakinya. Bercandaan lagi deh :D
©      Waktu anniv 2 month, kita gak bisa jalan soalnya aku lagi dimarahin. Aku inget waktu itu aku telfon kamu sambil nangis, kamu terus-terusan bilang gakpapa kok, masih bisa besok-besok. Sabar banget sih. Dan waktu kamu sama aku jalan, kamu bilang bakal bawa cincin hadiah anniv. Tapi waktu aku tanya “cincinya mana om?” | “ yahh lupa. Maaf ya”. Seketika cemberut. “Sini pinjem tanganmu” | “Buat apaa” | “halah pinjem bentar doang” *makein cincin*. “Huu pinokio tukang boong. Iya makasih ya, lopyuuJ”. “Lopyutu”

Selasa, 18 Maret 2014

US... (18.14)


Aku tidak pergi dan aku juga tidak menetap di suatu ruang yang selalu kuharapkan sejak 4 tahun lalu, yang ternyata bernama hati..
Lalu apa yang aku lakukan? Aku tetap di sampingmu kok, tenang saja. Kita masih saling support dan saling mendukung. Aku sudah tidak menangis karena penyesalan yang lalu, semua pasti ada hikmahnya.
Tak semua orang memahami persahabatan yang kita jalin, banyak orang bilang kita terlalu egois untuk tetap bersama. Tapi mereka tahu apa? Tahu apa tentang hubungan kekasih selama 4 bulan yang didahului musuh selama 1 tahun, lalu bersahabat beberapa bulan dan kita in relationshipJ
Silahkan jika kau ingin bersama dara barumu, aku tidak melarang, tapi aku juga tidak ingin pasang pretending face kalau aku tidak cemburu. Pasti saja aku cemburu. Mungkin saja aku butuh waktu untuk semua itu.
Jangan pernah lupakan aku sebagai bagian masa lalumu, seperti halnya aku yang tak pernah melupakan kamu, dan mereka yang lain sebagai masa laluku. Mereka adalah senyumku di waktu dulu, dan tangisku tentu saja. Mereka aku kenang, seperti halnya kamu. Kelak akan kuceritakan pada anak cucuku nanti, semua cinta monyet yang penuh asam basa dan berujung… netral?
Aku masih bahagia terbangun dengan sapaan pagimu, yang meskipun tidak setiap hari. Aku juga tak mengharap setiap hari kok, aku faham betul kita saling menyayangi tapi menjadi sepasang kekasih bukan takdir kita sekarang. Memang benar katamu, aku hanya butuh waktu, dan aku rasa aku telah menemukan waktu yang kau maksud itu. Thank you dear. Thank you my beloved friends J©


Rumitable tapi dapet yang istriable~


“Walaupun gak lahir dengan nama Bejo. Dan walaupun aku jarang bejo. Tapi aku bejo bisa mendapatkanmu
Rumitable tapi dapet yang istriable
                2 tahun mengelilingi daun waru alias cinta, tapi hingga detik ini aku belum bisa ngerasa terbiasa sama sepetnya 5 huruf itu. Sebenernya apa sih masalahnya? Nggak se ruwet kisah Romeo dan Juliet yang nggak bisa menyatu, nggak se nyesek cerita-cerita @Dwitasaridwita yang sering nyampah di twitter tentang cinta beda agama, nggak se menyedihkan Titanic yang harus kehilangan pasangannya. So, masalahnya apa? Simple kok. Jarak. Eits, bukan LDR (Long distance relationship) loh.
 Aku, Haris 16 tahun sama Milah itu NDR (Near distance relationship). Jarak antara aku sama Milah Cuma sekitar 100 m, karena kita 1 sekolah. Aku sama Milah sekolah di sekolah islam nginep, bahasa kerennya Pondok. Yah, namanya juga kehidupan di pondok, cewek sama cowok diberi sekat gede banget di luar jam sekolah. Nggak bisa ketemu Milah, nggak bisa lihat tahi lalat seksinya di hmmmm hidung kalau nggak salah. Maklum agak lupa, 2 tahun baru ketemu sekali aja. Aneh kan? Aku juga gak habis pikir kok bisa kayak gitu.
Padahal dulu aku sama Milah se SMP. Mau ketemu banyak banget problemnya. Aku sama Milah nggak sekelas, jadi sebagai cowok sejati (halah) aku yang datang ke kelas Milah buat puas-puasin lihat tahi lalatnya itu. Sayangnya harapan sama kenyataan berbanding terbalik. Problem banyak banget menghampiri jalanku menuju tahi lalat Milah (eh). Mulai dari setiap on the way menuju kelas Milah, harus nglewati geng anak kelas 9. Dikerjain? Dibully? Sering dan selalu memalukan. Pernah dilorotin celana biru putih, sampe segitiga biru kelihatan (bukan merk tepung), terus muka ku yang kata temen-temen itu unyu malah sama geng bandit itu dikatain kalau wajahku ala boyband, makanya disuruh pake bando lah, kuncrit 3 lah. Bukannya ngapelin Milah malah didandanin abis abisan jadinya kan ngalahin cute-nya Milah. Tapi ya, jangan dikira aku itu cowok cemen yang mudah nyerah. NGGAK! Cintrong ku ke Milah udah mentok banget,  jadi ya aku berkorban ke Milah dengan cara apel tapi lewat belakang. Nglewati taman kelas. Tapi sial ku nggak ada tombol pause’nya. Lewat belakang malah nggak sengaja nginjek plus ngrusak tanaman rafflesia yang langka dan susah banget dikembangbiakin. Nggak jadi masuk ke hatinya Milah (eaa) malah masuk BK dan dapet score minus.
Pulang sekolah? Iya aku udah usahain guys buat ketemu Milah. Entah kenapa walaupun dari kelas ke parkiran udah bareng sebareng-barengnya, tapi tetep gak bisa ketemu. Pernah sekali ketemu, ngobrol lamaa banget sampe maghrib. Tapi apesnya lagi, ternyata bukan Milah yang aku ajak ngobrol, tapi guardian angel nya sekolah ini (setan maksudnya), aku kabur dan kebayang-bayang sama peristiwa itu. Di rumah aku juga udah usaha buat ketemu Milah, hujan pun aku tempuh sampe semua basah termasuk itu juga, terus berteduh di sawah tapi malah dikira mau nyolong jagung (emang muka gue muka maling?). Dan masih banyak halangan lain yang bikin aku setengah nyerah.
                Sampa akhirnyaa… Tuhan berbaik hati denganku sama Milah yang setiap hari cuma bisa kontak lewat pesan handphone, itupun kadang nggak punya pulsa karena ekonomi seret. Jadi hari terindah buat aku sama Milah itu, hari Rabu, 16 Oktober 2011 (masih inget soalnya langsung dijadiin peringatan di handphone) suasana lagi gerimis. Diajar Pak Narto di kelas bawaanya pengen buang air mulu. Karena nggak nahan, aku pun keluar kelas buat menuju ke kamar mandi.
                “Pak, ijin ke KM ya. Kebelet,” ucapku dengan terburu-buru.
                “Iya, jangan lupa cebok yaa,” jawab Pak Narto yang memicu tawa seluruh kelas.
                Aku sudah mengumpat dalam hati. Tapi aku cuek dan setengah berlari menuju ke kamar mandi. Tapi saat melewati kamar mandi cewek, ada sebuah teriakan minta tolong.
                “Tolooong, aku nggak bisa keluar,” jerit seseorang di dalam kamar mandi.
                Kesempatan, yap modus yang sangat baik. Aku melihat sekeliling, hanya sunyi karena masih ada KBM. Aku melangkah mendekati suara tersebut.
                Seseorang di dalam toilet itu mendengar ada langkah kaki, segera berteriak lagi agar seseorang yang datang itu membantu mengeluarkannya dari toilet.
                “Tolong hei siapa yang diluar tolong pliss, disini bengep,” kata seseorang itu lagi.
                Nah naluri cowok  ku mulai bekerja. Perlahan aku membuka pintu kamar mandi cewek yang memang agak slendro itu.
                Alangkah kagetnya, saat aku membuka pintu. Kudapati gadis cantik mengibaskan roknya, kemudian menatapku.
                Aku menikmati pandangan itu tanpa kedipan. Sampai akhirnya aku mendapati tahi lalat di samping hidung.
                “Milaaaahh,” seruku penuh kerinduan.
                “Ha .. Harr,” sebelum Milah sempat mengucapkan kata, tanganku sudah mendekap erat tubuh kekasihku itu. Ahh hangatnya pelukan sama Milah. Kangeen banget rasanya nggak ketemu sekian tahun. Badannya yang setengah basah mungkin karena kelamaan di kamar mandi, jadi menambah kesan adem anget di pelukan Milah. Milah juga memelukku dengan senyumnya yang aduhai itu.
                Sampai Negara api menyerang dan berusaha mengusik aku dan Milah. Tiba-tiba celanaku terasa basah, lutut mengalir air yang cukup deras.
                “Celanamu kok basah Har?,” tanya Milah heran . Tapi ia masih dalam pelukan arjuna nya alias aku.
                “Hahhh iya tadi kan habis kehujanan Mil,” kataku sambil berbohong. Padahal aku……
                “Tapi tadi kamu nggak basah celananya?,” Milah mulai curiga. Ah gawat.
                “Ya kamu nggak ngelihat kali tadi,” aku berusaha ngeles. Jangan bikin malu plis Harisssss…
                “Tapii..,”
                DUAARRRR!!!
                Suara petir itu bikin Milah kaget, dan refleks memelukku makin erat. Duh nikmatnyaa dipeluk bidadari bertahi lalat kayak Milah. Romantis kan? Padahal jorok juga. Aku tahu kalau air hujan itu tadi sebenernya air kencing yang nggak nahan sejak pelajaran Pak Narto tadi. Tapi ya, daripada harus mengakhiri 10 menit terindah di hidupku ya mending aku diam aja, dan melanjutkan adegan bak Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu tadi. Dimana-mana orang ketemu pacarnya, pasti wangi, dandan rapi, ganteng. Eh, aku malah sebaliknya. Ketemu di jam terakhir mau pulang, wajah udah kusem kayak kemoceng ruang guru, rambut kayak habis kesetrum listrik 200 watt, ditambah air hujan gadungan yang aku rahasiain dari Milah. Jadi kalau ditanya apa rahasia terbesar kamu dengan pasangan? Jawabannya adalah air hujan itu sebenernya bukan air hujan tapi air kencing. Ahh, kesanable banget deh.
***
                Sekarang udah beda cerita lagi. Sekarang udah kelas 1 di pondok yang baru aku huni sama Milah juga (kan setia) selama 1 bulan. Masih butuh penyesuaian dalam kebiasaan, cara berpikir, cara belajar, aktivitas sehari-hari, terutama cara untuk ketemu Milah (justru ini poin terpenting). Apalagi sekarang tanggal 11 Januari, 2 hari sebelum ulang tahun Milah. Aku berdiskusi dengan teman-teman se kamarku, yaitu Ilham, Hamdan, Damar, dan Mardi tentang kejutan untuk Milah atau minimal cara untuk bertemu Milah.
                “Bikin kejutan buat Milah apaan ya?,” kataku sambil melepas dan memutar-mutar kopiahku dengan tangan.
                “Halah gaya pake surprise. Emang bakalan bisa ketemu sama Milah?,” sahut Damar yang sedang menyetrika sarungnya.
                Jleb. Jleb banget kata-kata temen yang satu itu. Tapi biar jleb dan ngena, bener juga sih apa yang Damar bilang.
                “Iya har, bener Damar. Siapa tau bejo mu tetep kayak dulu. Dulu kan kamu mesti. Mesti nggak bejo maksudnya hahaa,” Ilham bukannya memberi saran malah nimbrung meledekku. Hah teman-teman yang menyebalkan.
                “Udah, mending kamu mikir gimana buat ketemu dia dulu besok, baru selanjutnya kita nyusun,” Mardi akhirnya ikut menambahi.
                “Lhaa konco I yo koyok mardi ngene lo mar damar, Ham. Ngewehi solusi, ora soyo mbuletisasi koyok kowe,” gerutuku pakai bahasa jawa tulen.
                “Halah iya-iya. Sewot banget kamu Ris. Haha. Yaudah solat isya dulu ahh,” Damar mencabut setrika dan segera berdiri akan keluar kamar pondok.
                “Marrrrr……. Ikut!!!!,” Ilham menyusul langkah kaki Damar.
                “Diam-diam homo. Haha,” tawaku bergemuruh.
                “Hahaa, udah aku solat dulu Har,” ucap Mardi hendak menyusul Damar dan Ilham.
                Aku masih duduk di atas tikar, sambil membayangkan nan jauh disana tentang trik supaya bisa bertemu dengan Milah. Aku harus apa, aku butuh apa, nanti gimana, kalau gak bisa gimana, kalau  ketemu harus nyiapin apa.. Semua masih berputar-putar di kepalaku bak setelah kejedot tembok di adegan Tom and Jerry.
                “Heh Har kamu nggak solat? Halangan ya?,” seru Mardi di depan pintu saat akan menuju masjid.
                “Iya halangan. Deres lagi. Deres banget halangan buat bisa ketemu Milaaaaah,” ujarku sambil mengambil kopiah dan menyusul langkah 3 sahabat segilaku itu.
***
                Pagi yang kriuk kriuk buat ku di hari ini. Bangun agak pagi dengan senyum unyu ku kupersembahkan hanya untuk Milah tercintrong. Sehabis sarapan nasi dan sambal tempe, aku dan 3 sahabat segila itu pergi menuntut ilmu di sekolah.
                Setelah jam ke-4 lewat, saatnya istirahat. Aku melangkah keluar untuk menjalankan misiku menemui Milah di kelasnya, 10 IPA 2. Dengan jambul yang begitu keren (menurutku sih) aku menuju kelas Milah.
                Sialnya, di kelas Milah sedang ada wali kelasnya yang mengambil waktu istirahat untuk membahas suatu hal tertentu.            
                “Berarti untuk lomba mading, koordinator utamanya tia,………………” suara Bu Wijah terdengar dariku yang berdiri beberapa meter dari kelas Milah.
                “Oalah lomba mading. Hmm harus cari cara nih,” seruku girang dalam hati.
                Selang beberapa detik kemudian, tanpa kata ‘AHA!’ seperti di film anak-anak yang sangat khayal, aku mengambil langkah pasti cowok sejati (halah) untuk mengetuk pintu kelas Milah.
                “Assalamualaikum, Bu Wijah,” sapaku hormat (sok hormat maksudnya) sambil menunduk dan kedua bola mata mencari tahi lalat Milah (eh).
                “Iya waalaikumsalam, siapa ada apa ya? Nggak lihat saya sedang diskusi dengan kelas IPA 2?,” tanya Bu Wijah.
Tanya apa bentak? Both.
“Permisi Bu, panjenengan dipanggil bapak kepala sekolah di ruangannya,” kataku memberanikan diri.
“Ohh, sebentar ya anak-anak ibu ada urusan penting. Kalian boleh membahas dengan dewan kelas dulu, nanti ibu nyusul kalau sudah selesai urusannya,” Bu Wijah berlalu dengan didahului senyum tipis. Sangat tipis. Huh, pelit.
“YESSS!,” aku bersorak dengan gembira dan sangat bahagia.
Aku melihat ke se isi kelas. Kujumpai juga bidadariku di pojokan kelas sedang tersenyum padaku.
Aaa milaaaaaah. Rasanya aku ingin lari, melompat ke bangkunya, dan memeluk tubuhnya. Ah, angetttt.
Tanpa asdfghkjkl~ aku mendekati Milah.
Langkah kakiku bak sesuatu yang berat dan berharga sekali. Jadi setiap hentakan terasa sangat lama.
Trap. Trap. Trap
Trap.
Trap.
“Aduuuuuuuuhhhh, sakit-sakit,” jeritku sambil memegang telingaku.
“Heh kamu dasar anak nakal, pembohong. Kalau generasi muda kayak kamu semua, gimana Negara ini akan maju? Pasti kalau kamu besar kamu akan ikut-ikutan Gayus. Makan uang negara, nggak ngaku lagi. Membohongi publik. Membuat ratusan bahkan ribuan masyarakat Indonesia terlantar. Oh tikus negaraku, cepatlah masuk kandangmu. Kandang besi yang dingin dan sunyi,”
“Hahhh ini orang cerewetnya sumpahan deh. Malah pake acara bikin-bikin puisi koruptor lagi. Sial dehh,” umpatku di dalam hati.
“Sini kamu, saya hukum karena udah bohongin saya. Tadi saya masih sampe kelas 10 IPA 1, saya lihat mobil Pak kepsek keluar sekolah. Bohong kamu ya?,” Bu Wijah mencengkeram bajuku bagian leher.
“Maaafff bu……….,”
“Maaf-maaf, sini dapat hukuman kamu!,” Bu Wijah membawaku ke ruang guru.
“Haduh program bully macam apa lagi ini. Di smp dibully senior, di pondok dibully extra senior,” gerutuku.
“Ibuk-ibuk bapak-bapak. Pagi ini kita dapet office boy gratis yang akan bersihin ruang guru ini. jadi nanti bapak-ibuk selesai ngajar, ruangan ini akan bersih dan rapi. Iya kan Paimin?,” seru Bu Wijah di depan guru-guru lainnya.
“Ah ta*****k, nama haris dipanggil Paimin. Hari apa sih ini. Item banget,”cuma bisa ngebatin aja.
Aku menanggapi respon Bu Wijah dengan mengangguk.
                “Alhamdulillah,” sorak ibu-ibu guru dan bapak guru dengan lega dan terdengar sangat bahagia.
                “Menurut kalian Alhamdulillah bu, buat saya. Naudzubillah,” batin ini terus ngedumel.
                “Yaudah Min, bersihin ya kantornya. Sampe bersih. Ibuk mau ke IPA 2 lagi. Jangan ulang kalau kamu nggak mau saya suruh bersihin kamar seluruh asrama suatu hari nanti,” Bu Wijah berlalu dengan sombongnya.
                Tuh, apa aku bilang. Selalu gagal. Gak pernah ketemu.
                “Okelah gak bisa ketemu sekarang, yang penting besok bisa ketemu Milahku sayang,” kataku dalam hati dengan senyum.
                Jadi hari ini ku akhiri siangku dengan sapu-sapu dan debu ini. Tanpa tahi lalat Milah lagi. Ah semakin rindu….
***
Happy birthday Milah ku sayang..
Abang kangeeen banget sama Milah. Pengen ketemu Milah terus..
Abang sayang sama Milah.
 Milah semoga di ultah ke 15 makin cantik ya, makin pinter, makin baik, makin sayang sama abang.
Ini abang ada jilbab buat Milah.
Dipakek yaa.. maaf kalo Cuma bisa kasih ini aja. Yang penting kan cinta abang
udah abang kasihin ke Milah. Jaga ya hati abang yang suci , mulus, dan penuh cinta buat kamu itu..
I love you Milah <3
                                                                                                Haris Atmaja, pacarnya Milah J

                “Ah jadi juga suratku buat Milah. Kado udah, hmmm. Masukin dulu kali ya,”
                “Nah sip. Cantik deh kayak Milah kadonya,” kataku sendiri dengan senyum-senyum membayangkan Milah memakai kado jilbab paris dariku.
                Hari masih terlalu pagi untuk bangun. Pukul 2 lebih. Setelah solat tahajud beberapa menit yang lalu (uhuk), aku beranjak ke kamar mandi untuk bersih diri.
                Air mandi yang dingin sekali, cukup membuat badanku gemetar seperti handphone yang vibrate. Sarung dari emak sudah melingkar di perutku. Aku mendekap diri sendiri agar tidak kedinginan (jomblo sih, jadinya gak bisa pelukan).
                Asyik berselimut aku pun tertidur lagi…………………….
***
                Suara burung (entah burung apa) membangunkanku dari nyamannya bobok di hari ini. Mataku berkedip-kedip dengan anggun dan sangat ganteng (halah). Aku beranjak dari kasur. Teman-temanku itu sudah tidak ada.
“Mungkin mereka mandi. Haaha, aku sudah terlihat ganteng sekali karena sudah mandi duluan,” kataku sambil mengibaskan rambut.
Pandanganku tiba-tiba tertuju pada kado untuk Milah.
“Oiya kadokuuuuu,” seruku riang sambil memeluk kado yang akan ku serahkan untuk Milah itu. Tanpa sadar aku menjatuhkan jam weker hasil patungan berempat saat hari pertama di pondok. Karena sama-sama sadar diri sering datang terlambat.
“Ini jam udah mati aja. Masak jam segini kok udah jam 10 siang. Begok banget,” ujarku sambil nyengir.
Tapi. Tuk!
“Hah jamnya gerak. Astaghfirullahaladzim!,” aku sontak berlari menuju jendela. Kulihat matahari sudah hampir di tengah-tengah.
“Ah ya ampun.. Aku telat masuk sekolah. Bukan telat lagi nih. Telat banget. Aduh astaghfirullahaladzim. Terus gimana ini kado buat Milah?,” kataku bingung sambil mondar-mandir.
“Sekarang ya nggak bisa keluar dari pondok. Pasti pintunya dikunci. Mau njebolin pintu juga pasti kena semprot lagi. Pak Gogon lagi. Kencing berdiri pasti. Duh Ya Allaahhh,” sesalku dengan kebodohanku sendiri.
“Oke tenang Haris.. Masih ada nanti siang waktu habis solat dzuhur buat ngasih kadonya ke Milah. Huuuh, tenang ya ganteng,” kataku menyabarkan diri sendiri.
***
Adzan dzuhur dikumandangkan, dengan semangat aku dengan tas kresek putih yang berisi kado untuk Milah ini berangkat ke masjid. Jarang nih, ke masjid duluan. Biasanya berangkat akhir pulang awal. Tapi yaa, buat milah apa sih yang nggak (eaa).
Sesampainya di masjid, kado buat Milah ku senderkan di samping tiang masjid, sebelah kotak amal. Aku berangkat wudhu dan menunaikan solat dengan khusyuk dan khidmat.
Sekembalinya setelah solat, aku melipat sajadah pemberian Eyang Parjo (bukan eyang subur). Dan segera menuju ke tiang masjid.
“Loh, kreseknya? Kreseknya dimana? Loh? Astaghfirullaaahh!!,” seruku panik saat ku lihat kresek putih untuk Milah tak ada. Aku coba mengelilingi masjid tapi nihil.
“Kamu tau nggak kresek putih di samping kotak amal itu?,” tanyaku penuh harap pada seorang siswa kelas 10 juga.
“Kresek putih? Nggak bro,” katanya.
Aku coba tanya ke orang-orang di sekitar masjid. Tapi hasilnya tetap nihil. Tidak ada yang tahu dimana kresek putih itu tadi.
Ah sial lagi. Aku ingin mengumpat sekeras-kerasnya.
“Kenapa gak bisa kasih sekali aja waktu buat aku nyenengin Milah di hari ultahnya? Kenapa apes mulu!,” aku terus mengumpat sambil menendangi botol minuman dan terus berjalan menuju kamar pondok.
***
Pagi kusam itu akhirnya terlalui juga. Perasaan bersalah dan menyesal rasanya campur aduk. Nyesek, bengep. Kenapa Allah nggak kasih ijin buat ngebahagiain Milah sekali aja padahal. Kan kasihan Milah masak di hari ulangtahunnya nggak bisa bahagia.
Tapi gimana lagi? Emang bisa berontak ke Allah? Yaudah shut up aja. Let it go. Semoga Milah paham. Dan hari esok bisa lebih baik lagi, lebih mesra dan lebih membahagiakan.
Kado hilang, doa aja kali ya yang bisa aku kasih. Semoga Milah tersayang makin kece, panjang umur, makin cantik, segalanya buat Milah pokok.
“Heh Har gawat!,” seruan Ilham dari jendela membuat lamunan sehabis solat shubuh buyar.
“Apa to Ham? Ngaget-ngagetin orang galau aja,” timpalku muram.
“Tambah galau kamu Har kalau denger ini,”
“Apaaaaa,” sahutku malas-malasan.
“Tadi aku lewat pondok cewek, terus ngga sengaja ketemu Milah,”
“Trus trus? Aku kangen Hammm,”
“Terus Milah bilang dia minta putus dari kamu. Soalnya dia kecewa sama kamu yang nggak ngasih apapun di hari spesialnya, kamu juga lama gak ketemu sama dia,” jelas Ilham.
Rasanya dibilang kayak gitu? Mati rasa.
“Kamu bener?,” tanyaku sangat tak percaya kenapa Milah tega berbuat itu padaku.
“Iya bro, kali ini aku gak boohong deh. Milah bilang bakal lupain semuanya. Dia udah cukup capek gak bisa ketemu kamu, dan kamu gak perjuangin itu. Dia nggak mau ketemu kamu,” Ilham menjelaskan sambil mengelus pundakku.
Aku meninggalkan Ilham. Aku menuju masjid. Segera mengambil air wudhu, dan solat dhuha. Dengan tetes air mata aku menunaikan ibadah sunnah ini. Dekat dengan Tuhan, rasanya nyaman dan lega.
“Ya Allah, beri aku kemudahan di semua ini. Mudahkan jalanku,”
Doa yang simple. Aku tak ingin menyertakan nama Milah. Karena aku nanti akan mengingat kenanganku dengan Milah. Sudah, jangan bahas Milah. Aku juga menderita terus seperti ini. Sampai jumpa Milah. Aku pergi dengan cinta di hatiku.
***
Pagi-pagi terasa berbeda. Sekarang sedang libur pondok. Musim hujan setiap hari mengguyur Kabupaten Nganjuk. Kini para santri hanya tinggal di kamar karena terjebak banjir selutut di luar sana. Ilham dan Damar sedang keluar membeli mie untuk makan hari ini, dan aku ada di samping jendela. Ini adalah tempat favoritku untuk melamun semenjak kandasnya aku dan Milah.
Pandanganku tiba-tiba mengarah ke gadis memakai kerudung merah. Aku sudah kehilangan nafsu tertawa untuk sekedar menyanyi lagu Wali ‘Gadis berkerudung merah’. Namun pandanganku ku tajamkan.
“Milah,” desahku pelan. Aku tersenyum pahit. Gadis itu, 2 tahun menghuni perasaanku walaupun tak pernah bertemu.
Kulihat Milah berjalan ke arah sebuah jalan. Tapi aku rasa.. aku rasa itu bukan jalan.
Dan, Blup!
Milah terjatuh di jalanan itu. Jalanan yang ternyata adalah sungai yang terlihat tak ada bedanya dengan jalan lain karena tertutup banjir.
Kulihat sekeliling tak ada orang. Sedangkan Milah terus tenggelam. Suaranya yang kecil dan lirih tak akan terdengar siapapun.
Baiklah, aku akan menolongmu kekasih. (mantan kekasih).
***
“Makasih ya,” Milah mengangguk pelan padaku. Aku sekarang berbaring di sampingnya, di posko banjir desa.
“Iya Mil,” jawabku singkat. Aku jadi tak sealay dan seheboh dulu. Sekarang aku lebih banyak diam.
“Eh mil..,” ucapku lirih sambil memegang tangannya yang akan pergi meninggalkanku.
“Maaf, aku nggak bisa kasih kado buat kamu. Aku udah siapin semuanya, udah usaha buat ketemu kamu, tapi…,” aku menceritakan panjang lebar tentang apa yang terjadi 2 hari lalu.
“Oh, maaf ya Har.. Aku asal ngejudge dan aku nggak tahu,” sesal Milah.
“Udah nggak papa Milah. Balikan?,” tanyaku memberanikan diri.
Milah tak menyahut. Kedua tangannya kini melingkar di perutku. Dia memelukku. Dengan lirih ia menjawab ‘iya’.
Terimakasih Tuhan. Dewi sinta ku telah kembali…………….
***
5 tahun kemudian…………
“Jadi Milah hamil Da?,” tanya nenek pada Ibu Milah.
“Aduh nggak buk. Milah nggak hamil. Ibuk kata siapa? Naudzubillah,” jawab Ibu Farida, ibu Milah.
“Lha ini tulisan di undangan nya Hamil kan? Ibu masih bisa baca Da…,” kata Nenek lagi.
Ibu Milah memandangi undangan pernikahan itu dengan serius. Membelakkan mata. Kemudian tertawa riuh.
“Ibuk.. Maksudnya Milah nggak hamil. Tapi ini singkatan buk, dari nama Haris sama Milah. HAMIL. Begitu  buk. Amit-amit keturunan kita kok ada yang hamil sebelum nikah,” jawab Bu Farida.
Nenek diam. Mengernyit. Memicingkan mata. Kemudian baru memahami maksudnya.
“Oalahhh iya nduk,” ucap nenek sambil tertawa.
Ibu Milah dan Nenek tertawa bersama. Beberapa saat kemudian, Milah datang dengan senyuman merekah.
“Kenapa nduk senyum-senyum? Habis ketemu Haris pasti,” canda Ibuk.
“Hehe iya buk, masih besok kan buk dipingitnya? Berarti tadi ketemu terakhir setelah itu nggak ketemu lagi. Yaaah,” kata Milah dengan muram.
“Sabar nduk. Persiapkan dengan matang menjelang hari bahagiamu dengan Haris. Jangan capek-capek nduk,” tetuah ibuk sambil tersenyum.
Milah mengangguk dan tersenyum. Kemudian beranjak ke kamarnya.
***
ALHAMDULILLAH WALAUPUN RUMITABLE TAPI DAPET PASANGAN YANG ISTRIABLE.
Aku tulis kata-kata itu di tembok rumahku. Akhir yang bahagia…