Minggu, 13 April 2014

Pahit tapi manis (23.07)


Aku harus mengakhiri ini semua sekarang. Setelah aku tau banyak kepahitan-kepahitan yang dulu terasa sangat manis. Maaf kalau aku masih menyangkutkan dulu dengan sekarang. Karena semua ini sangat jauh berbeda. Tapi untuk kamu semuanya sama kan. Kamu bilang hanya menganggap aku sebagai teman, nggak lebih. Aku pikir kata-katamu itu hanya untuk sekarang, setelah kita bukan lagi pasangan. Kau bilang, itu perasaan dari dulu hingga sekarang. Meneteslah lagi butiran bening itu, padahal aku sudah bertekad tak akan mengeluarkan itu lagi untuk orang yang sama sejak bulan-bulan ini.
Aku kecewa berlebihan. Kamu bilang kita teman, bukan sahabat. Kamu pasti tau apa beda teman dengan sahabat. Jadi sepertinya salah besar, menganggap aku memiliki 3 sahabat lelaki yang selalu ada. Aku dapat info besok kamu akan pergi ke Surabaya. Padahal seharian kamu kontak denganku, aku hanya tau kamu sakit karena kecapekan, dan aku yang nggak capek buat selalu ngedoain kamu  cepat  sembuh. Kalau sahabat, pasti berbagi saat suka duka kan? Aku sadari kamu udah nggak pernah curhat ke aku lagi. Benar, kamu gak nganggep aku sahabat. Maafkan aku lagi-lagi membahas masa persahabatan yang berujung cinta palsu itu. Kamu bercerita bukan lagi padaku yang selalu siap mendengar, tapi kamu bercerita ke orang yang kamu janji tak akan menjadi setelahku. Aku ingat sekali, karena dia memang pernah menyukaimu sama seperti aku, dan sahabatku. Tapi nyatanya apa? Aku harus siap melihat dia suatu nanti di bio twittermu. Insting wanita jarang salah. Bukan salah, tapi belum waktunya.
Aku heran selama 4 bulan kamu sukses menjadi actor penuh kepalsuan. Bodohnya, aku begitu terlena denganmu. Terlena dengan banyak pengorbanan yang kau lakukan dulu. Uhm, maaf masa lalu masih menyangkut di ingatanku.
Setiap 5 waktu aku hanya minta kekuatan lebih dari tuhanku. Aku hanya minta segeralah badai ini berlalu, dan timpakan aku musim salju yang dingin. Menghapus cinta memang tak pernah mudah, siapa bilang aku hanya mencintainya 4 bulan saja. 3 tahun lalu, aku juga menyayanginya. Walaupun pasang surut, aku lebih memilih tetap mencintaimu terus menerus, dibanding aku dapat cerita cinta penuh kepalsuan. Kamu kira hatiku sekuat apa jika kau serang dengan peluru tak pernah lelah? Bahkan membencimu pun tidak. Aku jadi heran, hatiku ini apa belum pernah di sekolahkan sampai sebodoh ini. atau hatiku ini mengapa tetap putih diatas noda yang kamu cipratkan? Ketulusan memang anugerah dari Tuhan. Jika ketulusan itu tak pernah disalah artikan.
Jangan kira aku tak mencoba menjauhimu. Jangan kira aku sekuat luarku. Apa kamu pernah tahu seberapa sering mataku cekung di malam hari? Tentu saja tidak. Kau tak pernah bertemu ataupun menemuiku lagi.
Sekarang yang jadi masalah, 10 hari lagi ulangtahunmu. Aku ingat kamu punya janji untuk mentraktirku nonton. Tapi semua itu kupikir matang-matang lagi setelah kau berkilah seakan tak mau nonton denganku. Niatku hanya untuk memberikan hari terindah di ulangtahunmu sama seperti yang kamu lakukan dulu. Padahal itu janjimu, kau masih mendustainya lagi. Jadi apa aku masih pantas memberimu kado? Aku takut kado itu hanya berteman angina. Aku takut kado itu hanya sebagai  accepting atas rasa kasihanmu padaku. Tapi aku ingin memberikan 1 kenangan lagi, selain gantungan kunci jogja dan buku diaryku. Terserah sih kamu mau anggap aku pengemis cinta macam apa. Sampah masyarakat mungkin. Jika terlambat, tapi semoga kamu masih menyadari. Aku, tolol, egois dan menyebalkan mencintaimu tanpa noda. Mungkin saat kamu membacanya , aku sudah bisa berdiri kokoh. Mohon jangan usik aku lagi, jika aku sudah menemukan cara yang indah untuk meninggalkan peluka hidupku J